Kehidupan Dan Gerakan Dakwah Eyang Hasan Maolani
29 April 2016
Tulis Komentar
Artikel diperbarui April 2020
Sekembalinya dari Pesantren Eyang Hasan Kemudian mukim dan memgmbangkan agama di desa Lengkong. Beliau kemudian menikah dengan Nyai Murtasim putri dari Kyai Arifah bin Kyai Khatib Syaribah Garawangi yang nota benenya masih keturunan Lengkong juga, karena Kyai Khatib adalah menantu dari Kyai Bagus Arsyam/Nyai Zakiyah (buyut Jembar) Lengkong. Pernikahan Eyang Hasan dan Nyai Murtasim dikaruniai 11 orang putra-putri. Ke 11 putra-putri Eyang Hasan adalah sebagai berikut :
1. Kyai Hasan Imrani (dimakamkan di desa Cikaso, kec. Kramatmulya kab. Kuningan )
2. Nyai Mu'minah (dimakamkan di desa Karangmangu, kec. Kramatmulya kab. Kuningan)
3. Nyai Rukoyah (dimakamkan di desa Lengkong)
4. Kyai Hasan Thuba (Kyai Imamudin, dimakamkan di Tanjungsari Purwawinangun Kuningan)
5. Kyai Ajam (dimakamkan di desa Lengkong)
6. Kyai Mumahad Hakim (di Lengkong)
7. Nyai Nashibah (di Lengkong)
8. Nyai Marhamah (di Lengkong)
9. Nyai Muqimah (di Lengkong)
10. Kyai Nur Hamid ( Kyai Muhammad Abshori, dimakamkan di desa Lengkong)
11. Kyai Ihsanudin (Kyai Muhammad Akhyar, dimakamkan di desa Lengkong)
Dari ke 11 putra-putri Eyang Hasan yang mempunyai keturunan hanya 6 orang, mereka adalah ; Kyai Hasan Imrani, Nyai Mu'minah, Nyai Ruqoyah, Kyai Imamudin, Kyai Muhammad Abshori dan Kyai Muhammad Akhyar. Dari ke 6 putranya inilah Eyang Hasan menurunkan anak-cucunya hingga sekarang. (Primbon Eyang Abshori).
Untuk mengajarkan dan mengembangkan ilmu agama yang telah di perolehnya di pesantren, khususnya bagi keluarga dan masyarakat lingkungannya. Eyang Hasan kemudian membangun sebuah tajug kecil di sebelah rumah kediamannya di kampung sembungrugul (masih termasuk wilayah Lengkong) yang kelak menjadi pusat penyebaran ajaran islam dan merupakan basis dari gerakan dakhwahnya. Bermula dari tajug kecil tersebut para santri dari luar lengkong mulai banyak berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau, dan untuk menampung mereka, maka berdirilah gubug-gubug kecil dan sederhana yang pada masa sekarang di sebut dengan "Pesantren". (A. Tisnawerdaya, 1975 : )
Baca Juga :
1. Otobiografi Eyang Hasan Maolani Dari Lengkong Ke Menado
2. Kelahiran dan Nasab Eyang Hasan Maolani
3. Masa Kecil Eyang Hasan Maolani
Eyang Hasan merupakan seorang tipikal Kyai yang di cintai oleh para santrinya, karena dalam mengajar beliau senantiasa sabar, leukeun dan sangat bijaksana. Beliau tidak membeda-bedakan antara santri yang cerdas dan yang kurang cerdas, yang jauh maupun yang dekat, yang anak kyai maupun yang anak orang biasa. Selain itu, Eyang Hasan juga menekankan lengamalan al-akhlakul karimah kepada para santrinya sekaligus beliau memberi contoh kepada mereka bagaimana ilmu akhlak di terapkan dalam kehidupan nyata, baik dalam kehidupan keluarga maupun sosial. Oleh karenanya, selain mengajar para santri Eyang Hasan juga aktif melakukan gerakan sosial berupa pemberdayaan maasyarakat terutama dalam bidang pertanian, perikanan dan peternakan. Tanahnya yanb cukup luas, terbentang dari kampung Sembungrugul ke arah selatan hingga tanah Pamacanan di seberang sungai Cisanggarung beliau pergunakan untuk memberdayakan umat dan untuk kepentingan perjuangan agama. Bahkan sebahagian di antaranya ada yang zdi hibahkan kepada seorang Tionghoa yang masuk Islam dan sebahagian lainnya diwakafkan kepada warga masyarakat desa Karangtawang untuk tanah kuburan. (Ibid., hal 64).
Sebagai seorang pengamal sekaligus guru thariqah, Eyang Hasan senantiasa mengedepankan pengabdian yang tulus kepada Allah SWT. Dengan menonjolkan keluhuran budi pekerti, baik kepada lingkungan keluarga dan para santri maupun kepada masyarakat luas. Eyang Hasan adalah seorang yang memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi, beliau tidak pernah makan kenyang selama hidupnya dan juga ahli dalam menjamu tamu. Setiap tamu yang datang sudah pasti akan mendapat jatah makan. Jika memperoleh rezeki, terutama makanan beliau tidak pernah menyisakannya untuk hari esok, beliau bagi-bagikan kepada tetangga dan para santri. Pakaian pun beliau hanya memiliki 3 helai saja, dan jika ada kelebihan pakaian beliau segera memberikannya kepada orang yang lebih membutuhkan. (Ibid., hal 67)
Kegiatan rutin Eyang Hasan selain mengajar para santri adalah Mengkhatamkan Al-Qur'an setiap satu Jum'at sekali, membaca shalawat Dalail al-Khairat (beliau mengkhatamkannya setiap hari), ratib al-Hadad, Haikal dan Wirdu al-Ayyam. Setiap hari Jum'at beliau juga rajin mengunjungi (berziarah) makam leluhurnya. Dalam salahsatu amanatnya, Eyang Hasan berpesan ;
"Lan maninge, sira kapengen den dungakaken parek rezeki, adoh bala'i, iya isun amuji alhamdulillahi rabbil 'alamin. Isun dungakaken kabeh, tetapi anuta sira ing lakunisun; sewiji mangka demen shodaqoh, liqaulihi Saw :
"Sodaqotul a'la niiaati junnatum minannaari wasodaqotul sirri tutfii uu ghodhobal robbi lan maninge sira mangka demen maring leluhur ira saking bapanira lan saking biyangira, mangka utamane ziarah iku saban-saban jumah."(Surat-surat Eyang Hasan Maolani, hal 50 - 51)
Dan jika kita terjemahkan kedalam bahasa maka sebagai berikut :
Baca Juga :
4. Masa Belajar Eyang Hasan Maolani
5. Kehidupan Dan Gerakan Dakwah Eyang Hasan Maolani
(" Dan kamu ingin aku doakan agar supaya mudah rezeki serta di jauhkan dari marabahaya, maka aku mengucapkan alhamdulillah, semuanya akan aku doakan. Namun, hendaknya kamu ikuti saja apa yang telah menjadi kebiasaanku, yaitu suka bersedekah. Karena sabda nabi Saw : "sedekah secara terang-terangan bisa menjadi tameng dari sengatan api neraka dan bersedekah secara sembunyi-sembunyi dapat mencegah murka tuhan" Dan juga kamu harus rajin berziarah kemakam leluhurmu, baik leluhur dari bapakmu maupun dari ibumu").
Keluhuran budi pekerti Eyang Hasan telah menjadikan beliau seorang panutan yang di cintai oleh masyarakatnya. Gerakan dakhwahnya kian hari semakin meluas dan semakin banyak mendapat simpati umat, terlebih Eyang Hasan mengemasnya dengan gerakan tarekat yang beliau amalkan dan beliau ajarkan. Gerakan tarekat inilah yang menurut Martin Van Brunissen, seorang peneliti masalah-masalah ketimuran yang berasal dari Belanda telah banyak mempengaruhi gerakan rakyat di berbagai belahan dunia dalam perjuangannya membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Baca Juga :
6. Di Tawan Dan Di Asingkannya Eyang Hasan Maolani Ke Menado Oleh Kolonial Belanda
7. Wafatnya Eyang Hasan Maolani
Thariqah Syathariyah yang diamalkan dan diajarkan oleh Eyang Hasan adalah salah satu thariqah mu'tabarah yang mempunyai sanad (mata rantai) yang mustahil (bersambung) kepada Rosulullah SAW. Di dalam buku Wirid Syathariyah yang di tulis oleh KH. Abdul Hamid (Kutaraja) bin KH. Moh. Idrus bin KH. Moh Abshori bin Eyang Hasan Maolani disebutkan, bahwa Eyang Hasan Maolani menerima baiat Syathariyah dari Kyai Bagis Arjaen (penghulu Kanoman Cirebon) yang di terimanya dari Kyai Muhammad Shaleh Shafarwadi (pamijahan), dari KH. Muhammad Hasanudin Shafarwadi, dari Kyai Abdul Muhyi Shafarwadi, dari Kyai Abdul Rauf bin Ali (Singkil Banda Aceh), dari Syekh Ahmad Al-Madani, dari Syekh Mawa'hib Abdullah Al-Sanawi, dari Syekh Shibghatillah, dari Syekh Muhammad Ghauts, dari Syekh Khudluri, Syekh Hidayatullah Al-Sarmati, dari Syekh Qadli Al-Syathari, dari Syekh Al-Imam Abdullah Al-Syathari, dari Syekh Muhammad Arif, dari Syekh Muhammad Asyiq, dari Syekh Arabi Yazid Al-Isyqi, dari Syekh Maghribi, dari Sulthanul auliya' Syekh Abu Yazid Al-Basthami, dari Al-Imam Ja'far Al-Shidiq, dari Al-Imam Muhammad Al-Baqir, dari Al-Imam Ali Zaenal Abidin, dari Al-Imam Husen Al-Shibti, dari Al-Imam Ali bin Abi Thalib Kw, dari Sayidina wa maulana Muhammad Saw, dari Jibril As, dari Jibril As, dari Allah Azza wa Jalla.
al-Faqir Abu Abdillah Hadziq
Semoga Bermanfaat 😊
Belum ada Komentar untuk "Kehidupan Dan Gerakan Dakwah Eyang Hasan Maolani"
Posting Komentar